ArahIndonesia.com | Sejumlah pedagang di aplikasi TikTok menyayangkan keputusan Pemerintah Indonesia yang melarang perusahaan media sosial dijadikan tempat untuk bertransaksi.
Salah seorang seller TikTok Shop di Medan, Zul Iqbal (35) mengatakan kebijakan pemerintah ini bukan solusi.
“Mempersempit (pelaku usaha),” singkatnya, Selasa (26/9/2023).
Iqbal menduga alasan pemerintah itu bukan hanya karena sepinya penjualan pedagang konvensional, melainkan juga persoalan pajak penjual di TikTok Shop.
“Karena tak terdata pajak penjual di TikTok. Makanya ramai (penjual) hijrah ke TikTok,” ucap Iqbal.
Menurut iqbal, omzet penjual di TikTok Shop juga tinggi. Konsumen bukan hanya dari Indonesia, namun juga dari seluruh dunia.
“Transaksi lebih triliunan rupiah setiap hari. Seperti saya sehari aja kalau lagi ramai bisa ratusan juta rupiah. Bayangkan aja itu, wajar kalau pemerintah mencak-mencak,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Iqbal menyampaikan jika kebijakan pemerintah yang nantinya akan mempersempit pelaku usaha sama sekali tidak bijak.
“Cuma sayang, solusinya gak dewasa. Seharusnya edukasi cari solusinya. Jadi apa gunanya kemarin hikmah kejadian Covid-19, peralihan dunia yang dulunya pakai manual. Sekarang rata-rata online,” cetusnya.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah memutuskan melarang aktivitas perdagangan secara online lewat platform media sosial alias social commerce.
Pemerintah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Dalam Permendag yang baru, social commerce seperti TikTok Shop dilarang melakukan transaksi jual beli. Social Commerce hanya boleh melakukan promosi barang atau jasa.
Sumber : suarasumut.id