ArahIndonesia.com | Polda Sumut, bersama Polrestabes Medan, merilis penyebab kematian mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) Mahira Danabila (19) yang tewas ditemukan didalam rumahnya, pada bulan Mei 2023 lalu.
Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Teuku Fathir Mustafa SIK MH menyampaikan hasil penyelidikan kasus tersebut yang sudah dilakukan selama 3 bulan dengan metode scientific investigation sejak bulan Mei lalu sampai September 2023.
“Kami awali dengan olah TKP pada 4 Mei. Di TKP ada 14 item barang bukti yang selanjutnya diteliti secara ilmiah. Salah satunya adalah bukti bahwasanya ditemukan suatu barang yang diteliti adalah jenis sianida dengan nama jualnya potas,”kata Kompol Fathir di Mako Polda Sumut, Selasa (19/9/2023).
Dari pemeriksaan yang dilakukan, Kompol Fathir, menyampaikan sebanyak 33 saksi sudah dilakukan pemeriksaan yang 5 di antaranya merupakan ahli forensik, ahli toksikologi, psikologi, ahli bahasa, dan pihak laboratorium forensik.
“Selain itu juga kami melakukan pemeriksaan terhadap barang yang ditemukan di TKP, salah satunya berupa paket yang ditujukan kepada Mahira. Paket tersebut sudah dilakukan pemeriksaan sampai ke penjualnya di daerah Bogor. Jadi kami sempat juga berangkat ke sana. Untuk memastikan bahwa memang benar barang tersebut dibeli oleh korban menggunakan akun Tokopedia,” ucapnya.
Lanjut Kompol Fathir menjelaskan pihaknya juga telah melakukan pemeriksaan terhadap para saksi lainnya dan didapati bahwa korban yang langsung mengambil paket tersebut saat tiba di Medan.
“Yang kemudian paket tersebut, setelah di uji di laboratorium, adalah sianida dengan kadar tertentu,” ujarnya.
Selanjutnya dari hasil penyelidikan, pihak kepolisian melakukan gelar perkara pada 14 September dengan kesimpulan Mahira meninggal karena bunuh diri.
“Kesimpulannya adalah adik kita, almarhumah Mahira Dinabila meninggal karena bunuh diri,” ucapnya.
Ditempat yang sama, Ahli forensik Mistar Ritonga, menyampaikan kronologi proses penyelidikan yang dilakukan.
“Pada 13 Mei pagi dilakukan proses ekshumasi. Waktu itu tidak ada hambatan. Namun ada kendala sesudah diangkat, jenazahnya itu telah mengalami pembusukan,” kata Mistar.
Namun, Mistar menjelaskan masih ada sebagian besar yang bisa diperiksa, terutama tanda-tanda di tubuh korban.
“Ternyata, waktu kami melakukan pemeriksaan, hal yang berhubungan dengan tanda kekerasan atau rudapaksa tidak ada ditemukan,” ujarnya.
Mistar menyebutkan ada beberapa warna jaringan yang dicurigai seperti di areal kepala, leher yang agak menghitam, dan di tulang tengkorak jasad Mahira. Pihaknya pun mengambil sampel untuk pemeriksaan patologi anatomi.
“Karena, kalau secara mikroskopis kurang pasti, biasanya hal itu didukung oleh pemeriksaan patologi anatomi atau pewarnaan tertentu. Nah, hasil dari Labfor itu tidak dijumpai tanda-tanda kekerasannya,” ujarnya.
Ia menyimpulkan perkiraan lama kematian Mahira yakni sekitar 20 hari. Selain itu, ia mengungkapkan kematian korban tidak wajar.
“Tapi dalam pengertian kematiannya bukan karena penyakit yang dideritanya. Jadi kematian tidak wajar itu bukan berarti karena ada tindak pidananya,” sebutnya.
“Penyebab kematiannya dari hasil autopsi dan pemeriksaan tambahan, kita mengambil kesimpulan karena mati lemas akibat masuknya atau terminumnya racun sianida,” tutupnya. (nico/AI)