ArahIndonesia.com | Hujan deras di beberapa provinsi Afghanistan yang mengakibatkan banjir bandang pada Jumat (10/5) menewaskan lebih dari 300 orang.
Pada Senin (13/5/2024), warga serta petugas penyelamat berusaha mencari korban yang hilang di beberapa daeerah terdampak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga memperingatkan pemerintah Taliban dan organisasi nirlaba bahwa jumlah korban tewas akibat banjir bandang di Afghanistan dapat meningkat secara signifikan.
Samiullah Omari telah menemukan jenazah tujuh kerabatnya, namun paman dan cucu pamannya masih hilang.
“Kami telah mencari tetapi kami belum menemukan mereka,” kata seorang buruh harian berusia 24 tahun tersebut kepada AFP di desanya Fulool dikutip dari kompas.com.
Selama beberapa kilometer di sekitarnya, lumpur menutupi segalanya, puing-puing dan sisa-sisa hewan ternak menonjol keluar dari lumpur coklat tebal tempat rumah-rumah yang dulu berdiri.
Baik Omari maupun ayahnya yang berusia 70 tahun belum pernah melihat banjir yang menimbulkan malapetaka seperti itu. WHO telah memperingatkan peningkatan kasus penyakit yang ditularkan melalui air di wilayah yang terkena dampak banjir.
Di negara yang sistem kesehatannya sudah lemah, beberapa fasilitas kesehatan tidak dapat beroperasi karena banjir, yang merusak atau menghancurkan ribuan rumah dan membanjiri lahan pertanian.
“Tingkat kerusakan sepenuhnya belum diketahui, dan negara ini kekurangan sumber daya yang diperlukan untuk menangani bencana sebesar ini,” katanya dalam laporan situasi pada hari Minggu (12/5).
Usai bencana, bantuan yang terbatas telah tiba dari badan-badan pemerintah Taliban dan beberapa lembaga kemanusiaan.
Pengiriman bantuan itu juga harus berjuang melewati jalan yang tersapu air selama berjam-jam untuk mencapai desa terpencil dengan membawa makanan dan air.
Sementara tenda-tenda telah didirikan di dekat desa untuk memberikan bantuan kesehatan, ketika pejabat pemerintah melakukan survei terhadap kerusakan yang terjadi.
“Kami berharap tempat perlindungan akan disediakan bagi kami,” kata Omari, seraya menambahkan bahwa perempuan dan anak-anak telah “tersebar” ke daerah lain untuk tinggal bersama kerabat mereka. (kompas/AI)