ArahIndonesia.com | Sangat menyedihkan, pelaku pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur hanya divonis 1,6 tahun atau 1 tahun 6 bulan oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Hal ini menjadi duka mendalam bagi pihak keluarga korban SA (14). Keluarga menangis histeris didepan ruang sidang usai mendengar putusan Hakim.
Vonis yang menyayat hati keluarga korban tersebut diputuskan oleh Hakim di Ruang Sidang Anak nomor 25A, PN Medan, Jumat (29/12/2023) pagi.
Ibu korban, Sundari, yang menghadiri sidang itu terlihat berteriak keras mengatakan vonis terhadap pelaku telah melukai hati keluarga dan menciderai penegakkan hukum di Indonesia.
Bentuk ketidakterimaan keluarga terhadap vonis itu, Sundari saat diwawancarai oleh Wartawan Media ini mengatakan pihaknya akan menempuh upaya hukum lebih lanjut. Karena menurut mereka, vonis itu tidak sebanding dengan yang dialami oleh SA yang kini telah mengalami gangguan psikologi sampai berniat bunuh diri.
“Ini penegakkan hukum yang sungguh tidak adil. Kami tidak terima putusan Pak Hakim tadi. Kami akan menempuh upaya hukum dengan melakukan banding dan kami telah menunjuk kuasa hukum kami untuk mendampingi kami nantinya,” kata ibu korban.
Selain itu, Sundari berharap, pada upaya hukum yang akan dilakukan nantinya, pelaku harus dihukum lebih berat dari vonis yang dijatuhi oleh PN Medan.
“Pasal yang didakwakan 15 tahun, tuntutan Jaksa cuman 3,1 tahun, tapi putusan Hakim hari ini hanya 1,6 tahun. Ini sungguh tidak adil hukumannya, kami sangat kecewa,” ucap Sundari.
Sementara itu, Oka Silvia Lestary yang merupakan kakak korban membeberkan, sidang yang dinilai mencederai penegakkan keadilan tersebut terkesan dipaksakan dengan memanfaatkan hari sepi menjelang liburan hari besar nasional.
Bagaimana tidak, Oka mengungkap, sidang pelecehan seksual itu, hanya berlangsung selama 3 hari berturut-turut.
“Bayangkan aja bang, sidang pertama kali tanggal 27, sidang tuntutan tanggal 28 semalam dan hari ini tanggal 29 Desember 2023 putusan hakim. Ada apa kok secepat itu sidang kasus ini, ada apa dibalik ini?, banyak sekali kejanggalan,” beber Oka.
Sedangkan, tambah Oka, dipersidangan sebelumnya keluarga korban tidak diperbolehkan masuk keruang sidang dan dilarang oleh oknum dari pihak Jaksa.
“Disidang tuntutan tanggal 28 kami tetap hadir, karena kami ingin menyuarakan kebenaran tetapi dilarang oleh PHL dari Jaksa Bapak Aziz, ada buktinya,” ucapnya.
Bahkan, sambung Oka, saat persidangan, Hakim seolah-olah mengintervensi korban dan keluarganya.
“Kami hanya perlu menjawab apa yang ditanya, kalau kami menjawab yang lain kami dibilang tolol, bodoh, kata-kata kasar selalu muncul di persidangan. Bahkan, kata-kata kotor yang tidak pantas didengar sama anak-anak itupun diutarakan oleh Hakimnya,” kata Oka.
Sedangkan, Rini dari Kementerian Sosial Republik Indonesia yang membidangi bagian Pekerja Sosial yang turut hadir pada sidang putusan itu mengatakan secara hati nurani putusan Hakim PN Medan tersebut tidak adil.
Selain itu, Rini juga berjanji, bila pihak keluarga korban nantinya melakukan upaya hukum lebih lanjut, maka pihaknya siap mendampingi.
Kemudian, seolah tidak peduli dengan putusan Hakim yang memutuskan jauh lebih rendah dari tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum, Paulina, SH., MH., saat ditanyai oleh Wartawan terkait vonis tersebut, dengan kalimat singkat menyuruh mempertanyakan kepada Hakim.
“Tanya sama yang memutuskan ya,” ucap singkat Paulina.
Sementara, Hakim PN Medan yang enggan menyebutkan namanya, usai keluar dari sidang, tidak memberikan keterangan apapun kepada Wartawan terkait putusannya yang memvonis pelaku 1,6 tahun. (Yz/AI)