![]() |
Foto: Dwi Ngai Sinaga SH.MH (Istimewa) |
ArahIndonesia.com – Pendidikan di Sumatera Utara terhendus mulai carut marut, sejak puluhan massa aksi melalukan unjuk rasa di kantor dinas Pendidikan Sumatera Utara.
Hal tersebut seakan memperlihatkan adanya kemunduran dibidang pendidikan di Sumatera Utara khususnya kota Medan .
Dwi Ngai Sinaga SH.MH yang Kuasa Hukum pelapor pemalsuan akta Yayasan Pendidikan Nasional Pencawan menyayangkan tata kelola pendidikan Sumatera Utara, Sabtu (97/2022).
Dikatakan pria yang merupakan Direktur LBH IPK Sumut itu, pihaknya mendapat informasi bahwa Kepala Sekolah SMK Pencawan Medan sebelumnya tidak pernah menjadi guru.
“Menurut informasi yang kita dapatkan Kepala Sekolah SMK Pencawan merupakan pensiunan ASN. Maka dari itu, bisa kita pastikan usianya sudah diatas 56 Tahun ,” ujar Dwi Sinaga.
“Padahal jelas jika kita merujuk Surat Edaran Dirjen Kementerian Pendidikan Nomor:18356 Tahun 2018 Bab II Pasal 2 J diatur Guru dapat menjadi Kepala Sekolah berusia paling tinggi 56 tahun pada waktu pengangkatan pertama,” tambahnya.
Sementara itu, sebelumnya di poin D dikatakan pengalaman mengajar paling singkat 6 Tahun.
“Bagaimana pensiunan ASN yang bertugas sebagai Inspektur memiliki pengalaman mengajar selama 6 Tahun,” ungkapnya.
Sambung, Dwi pihaknya menduga Dinas Pendidikan Sumatera Utara tutup mata melihat carut marut ini.
“Bukan tanpa alasan, Akta Yayasan sudah bermasalah. Ditambah lagi pengangkatan Kepala Sekolah tanpa mengikuti aturan, tapi lolos begitu-begitu saja,” jelas Dwi.
“Ada apa dengan dinas pendidikan, seharusnya sikat semua mafia-mafia pendidikan di Sumut untuk menciptakan pendidikan yang bermartabat sesuai dengan motto Gubernur Edy Rahmayadi,” harapnya.
Yang paling disayangkan menurut Dwi Sinaga bahwa SMK Pencawan Medan pada tahun 2019 memiliki 2 orang kepala sekolah.
“Ini terbukti dengan terbitnya 2 surat Kepala Sekolah pada tanggal yang sama, akan tetapi ditandatangani 2 orang yang berbeda. Yaitu Setia Budi Tarigan dan yang satu lagi Sofiyan Perananta Pencawan,” ujar Dwi seraya menunjukkan bukti surat tersebut.
Diakhir, sang pengacara itu pun mendesak Dinas Pendidikan Sumut untuk menerapkan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan sebaik-baiknya.
“Sudah jelas ada pidananya paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak 1 Miliar Rupiah,” tegasnya.
Reporter: Heker